Sabtu, 10 September 2011

Persepsi tentang Perempuan dalam Media

Pada pertemuan pertama mata kuliah Kapita Selekta (7 September 2011), kami diajar oleh Dekan Fakultas Psikologi, Ibu Henny Wirawan. Pada kesempatan itu, kami diajak oleh Ibu Henny untuk membentuk kelompok dan mendiskusikan mengenai “Persepsi tentang Perempuan dalam Media”. Kami membahas hal positif maupun negatif yang dibentuk media mengenai perempuan.
Dari hasil diskusi yang kami lakukan, kami mendapat beberapa kesimpulan mengenai dampak positif dan negatif dari pembentukan media tersebut. Hal positif yang dibentuk media mengenai perempuan antara lain:
  • Perempuan dilihat sebagai sosok yang lebih mandiri dan bisa menjadi pemimpin. Jika dulunya perempuan hanya dilihat sebagai sosok yang lemah, namun sekarang mereka bisa melakukan sesuatu secara independen dan bisa memimpin.
  • Perempuan digambarkan lebih educated, sukses, dan sebagai wanita karir. Media menggambarkan perempuan bukan lagi hanya sebagai ibu rumah tangga, namun bisa juga bekerja di kantoran dan menghasilkan uang seperti para lelaki.
  • Perempuan digambarkan lebih aktif dalam dunia sosial politik. Hal itu dapat dilihat dari kursi MPR dan DPR yang banyak diduduki oleh seorang perempuan. Bahkan, Indonesia pernah memiliki presiden perempuan.
  • Perempuan digambarkan sebagai sosok yang memiliki 3B (beauty, behavior, brain). Hal itu tampak dari acara-acara miss pageant yang seringkali diadakan.
  • Perempuan digambarkan sebagai sosok yang halus, feminim, lembut dan keibuan. Hal itu tampak dari berbagai jenis acara televisi dan iklan yang ditayangkan.
  • Perempuan digambarkan sebagai sosok yang berani mengungkapkan pendapat tentang kehidpan seks/kehidupan pribadinya. Perempuan bisa dengan lugas dan jelas menanyakan tentang hal-hal seksual.
  • Perempuan digambarkan lebih komunikatif dan bisa menjadi motivator bagi orang lain.

Namun selain hal-hal positif yang dibentuk media mengenai perempuan, ada pula hal-hal negatif yang diciptakan media mengenai perempuan, diantaranya adalah:
  • Media seringkali mengekspos sensualitas dari perempuan dengan tujuan menarik lawan jenis. Hal tersebut dapat dilihat dari film, tayangan, iklan, dan tampilan media yang memajang seorang wanita cantik dan seksi.
  • Media menyebabkan bias gender/diskriminasi dalam pemberitaan kekerasan seksual. Secara tidak langsung media telah menciptakan image wanita yang lemah, tidak berdaya, tidak bisa berbuat apa-apa, harus dilindungi lelaki, dan lain-lain. Misalnya saja pemberitaan mengenai wanita yang dirampok karena keluar malam, masyarakat kebanyakan mungkin akan langung menuding dan menyalahkan wanita itu, kenapa dia keluar malam. Atau kenapa dia keluar malam tidak ditemani seorang lelaki. Otak masyarakat sudah “disetel” dengan pandangan-pandangan dan steorotip semacam itu.
  • Media memanfaatkan perempuan sebagai objek dalam iklan dan sebagai pemanis.
  • Pemberitaan media yang seringkali berlebihan mengenai penghasilan wanita yang lebih besar dari lelaki terkadang bisa membuat para lelaki merasa diremehkan sehingga menimbulkan pertengkaran, bahkan sampai ada pula terjadi pembunuhan.
  • Perempuan digambarkan sebagai sosok yang belum bebas (masih dibatasi aktivitasnya) dan sebagai sosok yang belum bisa mengambil keputusan-keputusan penting.
  • Perempuan digambarkan hedonisme dan konsumerisme.
  • Perempuan digambarkan sebagai sosok yang tidak bisa diberi kebebasan. Media membentuk pandangan bahwa kebebasan yang diberikan kepada perempuan seringkali disalahgunakan. Misalnya saja kenapa perempuan suka pulang malam, suka memakai pakaian yang terlalu seksi dan ketat, suka memakai perhiasan berlebihan, dan banyak lainnya.

Kita sebagai generasi penerus komunikasi bangsa harus segera memperbaiki hal-hal negatif tersebut dan mempertahankan hal-hal positif yang sudah tercipta. Usaha-usaha yang bisa kita lakukan antara lain:
  • Mengurangi tayangan/iklan/berita yang terlalu mengekspos sensualitas perempuan.
  • Menyeimbangkan derajat antara laki-laki dan perempuan, tidak ada yang berbeda diantara makhluk Tuhan tersebut. Mereka sama-sama mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
  • Jangan terlalu mudah menjudge dan menciptakan image seorang perempuan yang buruk.
  • Berpikiran terbuka dan menerima segala masukan serta pendapat dari orang lain.
  • Bersikap kritis terhadap pemberitaan media dan berusaha menyajikan berita dengan objektif.
  • Tidak memandang rendah perempuan.

Semoga kelak media cetak maupun elektronik mampu menyajikan berita, tayangan dan iklan yang berimbang, serta memberikan citra yang positif bagi kaum perempuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar